Diduga Gudang Penyimpanan Oli Oplosan Berbagai Merek, Polisi Diminta Segera Ungkap !
Rabu, 30-07-2025 - 18:24:49 WIB
PEKANBARU -- Salah satu gudang yang diduga tempat daur ulang oli bekas di Jalan Pasir Putih, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, tepatnya di Pergudangan Angkasa 3 Blok B6 dan Blok A9 masih bebas beroperasi, Sabtu (19/07/25).
Informasi yang diterima redaksi, gudang itu diduga tempat bisnis oli ilegal. Oli yang diolah itu diduga dijual kembali ke tempat biasa yang sudah jadi langganan.
Tak hanya itu, gudang tersebut bahkan diduga menampung Oli dan sparepart kendaraan, bahkan kerap kali melakukan aktivitas pergantian segel baru, stiker dan merek oli yang baru, dan aktivitas digudang ini kuat dugaan melakukan kegiatan ilegal, karena semua kegiatan ini seharusnya dilakukan di sebuah pabrik bukan disebuah gudang.
Salah satu warga setempat yang enggan disebutkan namanya, kepada tim investigasi awak media menyebutkan bahwa gudang tersebut beberapa bulan yang lalu sempat digrebek oleh petugas kepolisian, dan proses lanjutannya sampai saat ini belum ada kejelasan,” entah petugas dari mana, Polda Riau atau Polsek Setempat, kami tidak tau pak,” ujar Warga kepada tim investigasi awak media.
Tim investigasi awak media, mendapatkan informasi bahwa, didalam gudang tersebut terdapat oli dari berbagai merek yang sudah dikemas didalam karton-karton, selain itu banyak nya tutup botol oli baru, stiker, merk, serta segel yang kesemuanya baru.
Terdapat tumpukan karton yang berisikan oli yang sudah menghitam atau tidak layak jual, ada juga aktivitas pemindahan oli yang kemasannya sudah rusak dipindahkan ke kemasan yang baru. Kesemua oli tersebut diperuntukkan atau diperjualbelikan ke masyarakat untuk kendaraan sepeda motor dan mobil.
Dari informasi yang didapat, pemilik gudang tersebut berinisial AH warga Tionghoa yang berdomisili di Jalan Riau, Pekanbaru.
Gudang tersebut disinyalir secara sembarangan mendaur ulang oli bekas, yang seharusnya dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Proses pengolahan yang dilakukan tanpa izin lingkungan, tanpa mengikuti prosedur standar, dan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat sekitar, merupakan pelanggaran serius.
Menurut Pasal 104, pengolahan limbah B3 tanpa izin dapat dikenai hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan tindak pidana lingkungan yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia dan merusak ekosistem.
Sebagaimana diketahui pengelolaan oli bekas yang benar membutuhkan berbagai izin, termasuk izin usaha, Nomor Induk Berusaha (NIB), serta izin penyimpanan dan pengolahan dari pemerintah pusat atau daerah. Wadah penampung juga harus memenuhi standar keamanan, yaitu tertutup rapat, tidak bocor, dan terhindar dari kontaminasi bahan berbahaya lainnya. Namun, semua aturan tersebut terabaikan.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius: sampai kapan aktivitas berbahaya ini dibiarkan? Sampai kapan masyarakat harus hidup berdampingan dengan limbah beracun? Di manakah peran pengawasan pemerintah dalam mencegah dan menindak tegas pelanggaran lingkungan seperti ini?
Membiarkan pelanggaran ini berlanjut sama saja dengan menanam bom waktu bagi lingkungan dan generasi mendatang. Aparat berwenang perlu bertindak tegas, bukan hanya menutup mata terhadap ancaman nyata yang ditimbulkan oleh gudang oli bekas diduga ilegal ini. Tindakan tegas dan segera diperlukan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Salah seorang tokoh pemuda setempat yang minta tidak dicantumkan identitasnya menyebutkan "Pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten kampar harus proaktif dalam “menzerokan” praktik ilegal, termasuk bisnis oli palsu tersebut".
Tidak cukup hanya bergantung kepada aparat penegak hukum, sebab seluruh perangkat daerah punya kewenangan dan tanggung jawab melaksanakan pengawasan.
"Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, Dinas Lingkungan Hidup hingga Satpol PP Kabupaten Kampar wajib turun ke lapangan, melakukan inspeksi rutin, memeriksa perizinan, dan memastikan setiap produk yang beredar sesuai standar. Selain itu, mereka harus memberikan pembinaan kepada pelaku usaha agar patuh terhadap peraturan"harapnya.
Sebab pemerintah daerah memiliki legitimasi untuk mengawasi dan menertibkan setiap bentuk pelanggaran hukum yang merugikan masyarakat.
Regulasi lokal seperti Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) juga bisa digunakan untuk memperkuat penegakan hukum di tingkat daerah.
“Sudah jelas bahwa Pemda berkewajiban menertibkan usaha ilegal. Peran Satpol PP sangat penting sebagai penegakan Perda dan penjaga ketenteraman masyarakat. Jika ditemukan usaha melanggar izin atau beroperasi tanpa izin, Satpol PP bisa langsung menindak dan berkoordinasi lintas sektoral,” tandasnya.
Ia juga menekankan, Pertamina dan Bea Cukai harus proaktif dan masuk dalam proses penggerebekan, sebab mereka merupakan bagian dari sistem pengawasan distribusi dan peredaran produk minyak dan gas bumi (Migas) di Tanah Air.
“Jadi jangan ada lagi alasan bahwa ini bukan urusan Pemda. Semua pihak harus bergerak cepat dan berkoordinasi agar kasus seperti ini bisa diberantas hingga tuntas,” tutupnya.**(TIM)
Komentar Anda :